WIDYA CASTRENA DHARMA SIDDHA
Bangsa Indonesia yang menghuni Negara Kesatuan Republik Indonesia ini adalah sebuah bangsa yang besar. Negara dengan jumlah penduduk + 212.000.000 orang ini merupakan negara kepulauan yang terbesar di dunia. Keadaan tanahnya yang subur dan terletak diantara dua benua serta dua samudra besar membuat posisi geografis Indonesia sangat strategis menyebabkan banyak bangsa-bangsa lain di dunia sejak dulu ingin menguasai bumi Nusantara ini.
Kondisi geografis yang sangat menguntungkan itu bangsa ini diperindah oleh keanekaragaman suku, etnis, agama, bahasa dan adat istiadat namun sangat rentan terhadap perpecahan jika tidak dikelola dengan baik. Oleh karena itu dalam pengelolaan sebuah "negara bangsa" diperlukan suatu cara pandang atau wawasan yang berorientasi nasional (Wawasan Nasional) dan merupakan suatu kesepakatan bangsa Indonesia yang dikenal dengan "Wawasan Nusantara".
Cara pandang yang berwawasan nusantara itulah pada empat tahun belakangan ini sangat memprihatinkan, bahkan bisa dikatakan sudah luntur dan hampir berada titik terendah pada diri sikap anak bangsa ini. Bahkan lebih memprihatinkan lagi ada sekelompok anak bangsa ini yang rela dan dengan rasa tidak bersalah menjual negara ini kepada bangsa lain hanya untuk mendapatkan popularitas, kedudukan ataupun materi.
Mencermati perilaku seperti itu, maka dapat dipastikan bahwa ikatan nilai-nilai kebangsaan yang selama ini terpatri kuat dalam kehidupan bangsa Indonesia yang merupakan pengejawantahan dari rasa cinta tanah air, bela negara dan semangat patriotisme bangsa mulai luntur dan longgar bahkan hampir sirna. Nilai-nilai budaya gotong royong, kesediaan untuk saling menghargai dan saling menghormati perbedaan serta kerelaan berkorban untuk kepentingan bangsa yang dulu melekat kuat dalam sanubari masyarakat yang dikenal dengan semangat kebangsaannya sangat kental terasa makin menipis. Selain itu, berkembang pula sebuah kesadaran etnis yang sempit berupa tuntutan merdeka dari sekelompok masyarakat di beberapa daerah, seperti Aceh, Ambon dan Papua.
Bangsa Indonesia yang dibangun oleh para pendahulu kita lebih dari lima puluh tahun yang lalu, dilandasi atas rasa persatuan dan kesatuan yang tinggi untuk mewujudkan cita-cita bersama yaitu masyarakat adil dan makmur. Rasa kebersamaan tersebut tidak dibangun atas dasar asal usul, suku bangsa, agama dan geografi, melainkan rasa senasib dan sepenanggungan sebagai bangsa yang terjajah ketika itu.
Melihat perkembangan wawasan kebangsaan yang dimiliki anak-anak bangsa seperti itu, apabila dibiarkan dapat dipastikan Negara Kesatuan Republik Indonesia yang sangat kita cintai ini akan terpecah-pecah, dan pada gilirannya akan memudahkan kekuatan asing masuk ke wilayah kita seperti terjadi pada jaman penjajahan Belanda dahulu. Ketika itu bangsa Indonesia ditindas, diperas dan dibelenggu kebebasan hak-haknya oleh Belanda. Dengan semangat persatuan Indonesia bangsa ini kemudian bangkit bersatu padu mengusir penjajah.
Sebenarnya Wawasan Kebangsaan Indonesia sudah dicetuskan oleh seluruh Pemuda Indonesia dalam suatu tekad pada tahun 1928 yang dikenal dengan sebutan "Sumpah Pemuda" yang intinya bertekad untuk bersatu dan merdeka dalam wadah sebuah "Negara Kesatuan Republik Indonesia". Seharusnya untuk menghadapi keadaan negara yang serba sulit sekarang ini kita bangsa Indonesia bangkit bersatu mengatasi masalah bangsa secara bersama-sama.
Untuk itulah dalam sebuah kesempatan saya sebagai Pimpinan TNI selalu memerintahkan seluruh prajurit TNI dan mengajak masyarakat Indonesia untuk memantapkan kembali Wawasan Kebangsaan Indonesia yang di masa lalu telah berhasil mempersatukan segala macam perbedaan yang ada diantara kita.
Mengapa "Wawasan Kebangsaan" Begitu Penting ?
Kondisi Wawasan Kebangsaan pada diri anak bangsa sekarang ini telah pudar dan hampir pada jurang kehancuran. Ikatan nilai-nilai kebangsaan yang berhasil mempersatukan bangsa sudah longgar. Ibarat sebuah meja, Republik yang ditopang oelh empat pilar kekuatan nasional yakni ekonomi, budaya, politik dan TNI, tiga dari empat pilar sudah patah dan satu pilar lainnya sudah bengkok. Ketiga pilar yang patah tersebut adalah : Pertama, kondisi ekonomi kita yang serba sulit sebagai dampak krisis ekonomi yang berkepanjangan, menyebabkan jumlah penduduk miskin semakin bertambah, lapangan pekerjaan sangat kurang dan jumlah pengangguran semakin meningkat serta kesenjangan ekonomi semakin lebar.
Kedua, kondisi budaya sebagai dampak dari reformasi yang kebablasan, telah memunculkan berbagai bentuk sikap yang mengarah kepada tindakan kekerasan atau main hakim sendiri serta tindakan yang tidak berperikemanusiaan (biadab). Ketiga, kesadaran politik masyarakat yang menyedihkan karena sarat dengan pemenuhan ambisi pribadi atau kelompok. Para elit politik lebih mempertahankan argumentasinya sendiri-sendiri dan bertahan pada kebenaran masing-masing. Sedangkan pilar keempat yang masih utuh itu adalah militer, dalam hal ini TNI, itupun kondisinya sudah agak bengkok, karena begitu berat beban yang diemban dan ada pihak yang memang ingin menghancurkannya.
TNI dikatakan masih utuh, karena TNI sampai saat ini masih mampu melaksanakan tugas pokoknya, yaitu menjaga keutuhan NKRI, menjaga kedaulatan NKRI dan melindungi bangsa Indonesia. TNI bertekad selalu konsisten memegang komitmen kebangsaan untuk menjaga keutuhan NKRI, walaupun TNI terus menerus diuji dan dirongrong oleh berbagai kelompok kepentingan. Mereka antara lain berusaha menggagalkan tekad TNI memerangi kelompok separtis/pengkhianat negara di berbagai daerah konflik.
Menyimak keadaan Wawasan Kebangsaan Indonesia pada rakyat kita yang sangat memprihatinkan itu, sepatutnya bangsa ini sepakat untuk memantapkan kembali nilai-nilai kebangsaan yang sudah longgar itu. Kita perlu suatu landasan yang kuat dan konsepsional untuk membangun kembali persatuan dan kesatuan bangsa serta jiwa nasionalisme yaitu "Wawasan Kebangsaan".
Membahas Wawasan Kebangsaan, harus dimulai dari nilai-nilai yang dibangun oleh para pendahulu dan pendiri bangsa ini. Mereka telah menanamkan nilai-nilai persatuan dengan mencetuskan "Sumpah Pemuda" yang kemudian menjadi embrio dari Wawasan Kebangsaan yaitu : Satoe Noesa, Satoe Bangsa dan Satoe Bahasa, yaitu Indonesia. Makna dari Wawasan Kebangsaan memang belum begitu popular dalam kehidupan masyarakat kita, sehingga sampai saat ini belum ada rumusan yang baku tentang Wawasan Kebangsaan itu, mengingat sifatnya abstrak dan dinamis.
Kelihatannya masyarakat intelektual bahkan para pakar lebih tertarik dan mementingkan nilai-nilai universal daripada nilai-nilai nasional. Akibatnya rumusan pengertian Wawasan Kebangsaan sangat beragam dan sulit dipahami oleh masyarakat umumnya. Sesungguhnya Wawasan Kebangsaan perlu dipahami oleh seluruh lapisan bangsa, bukan hanya oleh kelompok tertentu saja. Dengan demikian Wawasan Kebangsaan akan bermakna dan menyentuh langsung kedalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
Pada lingkungan internasional, fenomena yang muncul adalah isu-isu global yang memuat nilai-nilai universal dan mengungguli nilai-nilai nasional. Nilai-nilai universal tersebut bahkan sengaja dipaksakan kepada negara tertentu oleh negara-negara yang mengklaim dirinya sebagai negara yang paling menjungjung tinggi nilai-nilai tersebut. Hal itu dilakukan melalui LSM internasional dan nasional, sehingga memaksa negara-negara yang tidak menjalankannya untuk mengikuti konsep kebijakan negara sponsor tersebut. Fenomena ini dapat dirasakan dan dengan kasat mata dapat kita saksikan di negara kita ini, antara lain ada kelompok kepentingan tidak merasa bersalah menjual bangsa dan negaranya untuk memenuhi kepentingan pribadinya atau kelompoknya.
Kita masih sering mendengar tuduhan-tuduhan melanggar HAM kepada TNI. Mereka mereka meminta kepada Mahkamah Internasional untuk mengadili perwira-perwira TNI. Memang sulit dimengerti, seorang anggota TNI yang bertugas demi bangsa dan negara dituntut untuk diajukan ke Mahkamah Internasional oleh bangsanya sendiri. Sementara mereka yang menjual bangsa dan negaranya kepada bangsa lain, dengan memanfaatkan isu global tidak pernah terusik. Banyak lagi contoh lain, yang menggambarkan rendahnya kesadaran masyarakat dalam memahami Wawasan Kebangsaan. Mereka hidup di bumi Indonesia, tetapi pemikirannya mengacu kepada norma yang berlaku di negara lain, khususnya negara Barat dan merusak nilai-nilai nasional.
Menyimak kondisi kebangsaan seperti itu keberadaan Wawasan Kebangsaan sebagai landasan konsepsional pemersatu bangsa semakin penting.
Wawasan Kebangsaan bagi prajurit TNI bukan sekedar slogan, tetapi melekat dalam pola pembinaan TNI maupun kehidupan prajurit sehari-hari. Ini didasarkan kepada : Pertama, prajurit TNI adalah warga negara Indonesia yang terdiri dari semua suku yang ada di Indonesia, selanjutnya menjadi satu ikatan yang disebut "TNI".
Dengan demikian tidak ada istilah Tentara Aceh, Tentara Papua maupun Tentara Ambon, sekali lagi yang ada hanya TNI. Kedua, prajurit TNI dalam keseharian selalu menggunakan bahasa Indonesia sebagai bahasa resmi dalam berkomunikasi. Ketiga, prajurit TNI pada dasarnya siap untuk ditugaskan di mana saja di seluruh wilayah nasional Negara Kesatuan Republik Indonesia tidak berdasarkan asal daerahnya, tetapi berdasarkan kepada wawasan, pengalaman, kemampuan ilmu pengetahuan, dedikasi dan loyalitas serta komitmen terhadap keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Kalau kita lihat kondisi nyata sekarang, yang menjadi Pangdam IM di NAD adalah orang Sunda, yang menjadi Pangdam II/SWJ di Sumatera Selatan adalah suku Jawa, Pangdam VI/TPR di Kalimantan adalah suku Batak atau Tapanuli dan Pangdam V/BRW di Jawa Timur suku Sulawesi Selatan. Sementara itu yang jadi pimpinan TNI dari Palembang. Hal ini tidak menjadikan TNI terpecah-pecah, tidak akan pernah unjuk rasa untuk penggantian pimpinan TNI dari orang Jawa, meskipun orang Jawa merupakan suku terbesar. Ini semuanya terjadi karena TNI lebih dahulu menghayati Wawasan Kebangsaan.
Semua itu terjadi bukan secara kebetulan, tetapi substansi dari Wawasan Kebangsaan sudah terakomodasi dalam butir-butir Sapta Marga, Sumpah Prajurit dan 8 TNI Wajib yang merupakan kepribadian TNI dalam kehidupan sehari-hari. Untuk lebih jelasnya akan saya sampaikan tiga unsur Wawasan Kebangsaan yaitu : Rasa Kebangsaan, Paham Kebangsaan dan Semangat Kebangsaan.
Apa Yang Dimaksud Dengan Rasa Kebangsaan ?
Rasa kebangsaan sebenarnya merupakan sublimasi dari Sumpah Pemuda yang menyatukan tekad menjadi bangsa yang kuat, dihormati dan disegani diantara bangsa-bangsa di dunia. Kita tidak akan pernah menjadi bangsa yang kuat atau besar, manakala kita secara individu maupun kolektif tidak merasa memiliki bangsanya. Rasa kebangsaan adalah suatu perasaan rakyat, masyarakat dan bangsa terhadap kondisi bangsa Indonesia dalam perjalanan hidupnya menuju cita-cita bangsa yaitu masyarakat adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan UUD 1945.
Kita sering membaca dan mendengar melalui media massa baik elektronik maupun cetak bahwa banyak orang menyampaikan pendapat tentang penyelesaian konflik Aceh menurut cara berpikir sendiri-sendiri, tetapi sampai sekarang belum ada yang dengan sukarela mendaftarkan diri untuk membantu menumpas pemberontak GAM. Tugas penumpasa pemberontakan GAM dalam rangka penyelesaian konflik Aceh seolah-olah hanya tugas Pemerintah dan TNI saja.
Lebih menyedihkan lagi, ada sekelompok masyarakat Indonesia yang menangisi rakyat Irak dan mengumpulkan dana untuk membantu rakyat Irak ketika diserang Amerika Serikat, tetapi kita tidak melihat adanya sekelompok masyarakat Indonesia yang menangis terhadap penderitaan rakyat Aceh maupun rakyat Papua karena diperas, disiksa dan disakiti oleh para pemberontak GAM . Kita prihatin melihat konflik di Maluku karena adanya organisasi massa yang mengirim massanya bukan untuk menyelesaikan masalah, justru memperparah konflik. Semuanya ini fakta yang menunjukkan betapa tipisnya rasa kebangsaan.
Kita masih ingat Presiden Soekarno secara konsisten menanamkan rasa kebangsaan kita agar bangsa ini terbebas sebagai bangsa terjajah. Sejarah mencatat, konferensi Asia Afrika pertama kali dilaksanakan di Bandung, yang mencetuskan Gerakan Non Blok atau lebih dikenal dengan politik bebas aktif merupakan gagasan cemerlang bangsa Indonesia. Pada saat itu seluruh bangsa Indonesia merasa bangga menjadi warga bangsa, walaupun secara ekonomis ketika itu kita lemah.
Ketika bangsa ini membebaskan Irian Jaya, Presiden Soekarno menyatakan melalui siaran RRI : pada tanggal 1 Mei 1961, sebelum ayam berkokok Bendera Merah Putih sudah berkibar di Irian Barat dan Belanda sudah meninggalkan Indonesia. Saat itu juga para pemuda-pemudi bangsa Indonesia berduyun-duyun mendaftarkan diri untuk menjadi sukarelawan dan sukarelawati untuk bersama-sama dengan Angkatan Perang mengusir Belanda, demikian juga pada saat konfrontasi dengan Malaysia. Ini semua menunjukkan bahwa pada saat itu rasa kebangsaan bangsa Indonesia cukup tinggi, yang sama sekali berbeda dengan kondisi sekarang.
Paham Kebangsaan
Barangkali masih belum banyak diantara kita yang mengerti tentang "paham kebangsaan". Substansi dari paham kebangsaan adalah pengertian tentang bangsa, meliputi apa bangsa itu dan bagaimana mewujudkan masa depannya. Paham kebangsaan merupakan pemahaman rakyat dan masyarakat terhadap bangsa dan negara Indonesia yang diploklamirkan kemerdekaannya pada tanggal 17 Agustus 1945. Pemahaman tersebut harus sama pada setiap anak bangsa meskipun berbeda dalam latar belakang pendidikan, pengalaman serta jabatan. Uraian rinci tentang paham kebangsaan Indonesia adalah sebagai berikut :
Pertama, Atas "Rahmat Allah Yang Maha Kuasa" pada tanggal 17 Agustus 1945, bersamaan dengan Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia lahirlah sebuah bangsa yaitu "Bangsa Indonesia", yang terdiri dari bermacam-macam suku, budaya, etnis dan agama. Bangsa ini lahir dari buah persatuan bangsa yang solid dan kesediaan saling berkorban dalam waktu yang panjang dari para pendahulu kita. Bangsa Indonesia lahir tidak didasarkan sentimen atau semangat primordialisme agama, maupun etnis, melainkan didasarkan pada persamaan nasib untuk menjadi suatu bangsa yang besar, kuat dan terhormat.
Setiap warga negara mempunyai kedudukan yang sama di hadapan hukum dan pemerintah. Warga negara Indonesia bukan saja orang-orang bangsa Indonesia asli, melainkan termasuk bangsa lain seperti keturunan Tionghoa, keturunan Belanda dan keturunan Arab yang bertempat tinggal di Indonesia dan mengaku Indonesia sebagai Tanah Airnya serta bersikap setia kepada Negara Kesatuan Republik Indonesia yang telah disahkan sesuai dengan undang-undang. Dengan demikian setiap warga negara mempunyai hak dan kewajiban yang sama dan tidak ada diskriminasi diantara warga masyarakat, termasuk upaya pembelaan negara.
Apabila setiap warga negara konsisten dengan kesepakatan bersama yang dihasilkan oleh para pendahulu kita itu, kiranya bentrokan-bentrokan antar anak bangsa tidak perlu terjadi, hanya karena perbedaan suku, agama, etnis maupun golongan.
Kedua, bagaimana mewujudkan masa depan bangsa ? Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 telah mengamanatkan bahwa perjuangan bangsa Indonesia telah mengantarkan rakyat Indonesia menuju suatu negara yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil dan makmur. Uraian tersebut adalah tujuan akhir bangsa Indonesia yaitu mewujudkan sebuah masyarakat yang adil dan makmur.
Untuk mewujudkan masa depan bangsa Indonesia menuju ke masyarakat yang adil dan makmur, pemerintah telah melakukan upaya-upaya melalui program pembangunan nasional baik fisik maupun non fisik. Sasaran pembangunan yang bersifat fisik ditujukan untuik meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Sedangkan yang bersifat non fisik diarahkan kepada pembangunan watak dan character bangsa yang mengarah kepada warga negara yang bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha esa dengan mengedepankan sifat kejujuran, kebenaran dan keadilan dalam rangka pembangunan manusia Indonesia seutuhnya. Keberhasilan pembangunan nasional tidak semata-mata tidak menjadi tanggung jawab pemerintah saja, tetapi partisipasi semua komponen bangsa termasuk TNI AD. Pada umumnya keberhasilan suatu negara dalam mencapai tujuannya ditentukan lima Komponen Bangsa, antara lain : Komponen Agamawan, Komponen Cendekiawan, Pemerintah, Ekonom (Pengusaha) dan Angkatan Bersenjata.
Komponen Agamawan mempunyai peranan yang sangat penting dalam memberikan landasan moral bangsa yang merupakan pondasi dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Dengan moral yang baik, diharapkan bangsa ini akan terhindar dari tindkan-tindakan yang mengarah pada penyimpangan ataupun tidakan lain yang tidak sesuai dengan peraturan maupun norma agama. Tidak ada satu agamapun di Indonesia yang menganjurkan untuk korupsi, saling membunuh, pengrusakan ataupun tindak kekerasan lainnya. Ini semua merupakan sebuah harapan, walaupun kita tahu apa yang terjadi sekarang jauh dari apa yang kita inginkan. Belakangan ini beberapa peristiwa yang terjadi dalam kehidupan bangsa saat ini, agama dijadikan sarana atau alat untuk mencapai tujuan, khususnya untuk meraih kekuasaan atau untuk meraih keuntungan materi.
Komponen Cendekiawan, berperan dalam memberikan sumbangan pemikiran-pemikiran sesuai disiplin masing-masing untuk memajukan bangsa ini. Bangsa ini akan maju apabila kualitas sumber daya manusianya baik. Tapi sangat disayangkan, ada sebagian dari para cendekiawan dengan memanfaatkan ilmunya justru membuat pernyataan-pernyataan yang kadang-kadang membingungkan masyarakat, bahkan ada yang bernada menghasut.
Pemerintah yang bersih dan berwibawa memiliki peran yang sangat penting dalam pembangunan bangsa. Karena pemerintah yang merencanakan sekaligus melaksanaan pembangunan nasional. Isu tentang pemerintah yang KKN mengakibatkan kurangnya kepercayaan rakyat terhadap Pemerintah sehingga membuat masyarakat apatis dalam pembangunan.
Ekonom termasuk diantaranya pengusaha berperan dalam mengembangkan perekonomian bangsa. Pembangunan nasioanl tidak akan berhasil apabila kondisi perekonomian nasional dalam keadaan krisis, karena pembangunan tentunya memerlukan biaya yang cukup besar. Penanganan koruptor dan konglomerat hitam dan sampai saat ini masih belum tuntas.
Angkatan Bersenjata atau TNI, memiliki tugas yang amat berat dalam mengamankan pelaksanaan pembangunan maupun hasil-hasil pembangunan. Ketika reformasi bergulir, kita melihat anak bangsa ini tega dan merasa tidak berdosa menghancurkan sentra-sentra ekonomi di kota besar. TNI tidak berhasil mengamankan keadaan tersebut karena posisi TNI saat itu sangat tidak mendukung. Ini menunjukkan keberadaan TNI itu sangat penting, baik dalam keadaan bahaya maupun dalam keadaan aman. Kekeliruan ABRI pada saat itu adalah terlibat dalam politik praktis yang terlalu jauh, dengan melalui reformasi internalnya mengupayakan pulihanya kembali kepercayaan dan kecintaan rakyat Indonesia terhadap TNI.
Semangat Kebangsaan
Pengertian Semangat Kebangsaan atau nasionalisme, merupakan perpaduan atau sinergi dari rasa kebangsaan dan paham kebangsaan. Kondisi semangat Kebangsaan atau nasionalisme suatu bangsa akan terpancar dari kualitas dan ketangguhan bangsa tersebut dalam menghadapi berbagai ancaman. Sebagai contoh, kita lihat beberapa negara dunia ketiga atau negara berkembang yang terkena sanksi embargo dari Dewan Keamanan PBB, nyatanya mereka sampai sekarang masih tetap bertahan dan mampu hidup, karena bangsa tersebut memiliki semangat Kebangsaan yang mantap.
Berbicara Semangat Kebangsaan, kita tidak boleh lepas dari sejarah bangsa, antara lain Peristiwa 10 Nopember 1945 di Surabaya dan Peristiwa 15 Desember 1945 di Ambarawa, dimana Semangat kebangsaan diwujudkan dalam semboyan "Merdeka atau Mati". Semangat Kebangsaan merupakan motivasi untuk mempertahankan Negara Kesatuan Republik Indonesia dan Pancasila sebagai dasar negaranya.
Motivasi tersebut bagi seorang prajurit TNI harus dibentuk, dipelihara dan dimantapkan sehingga seorang prajurit akan rela mati demi NKRI. Kita sadar betul bahwa kondisi bangsa yang pluralisme atau kebhinekaan memerlukan suatu pengelolaan yang baik, sehingga tidak menjadi ancaman bagi keutuhan dan kesatuan bangsa. Semangat kebangsaan yang mengalir kuat didalam diri prajurit TNI dapat ditularkan kepada masyarakat melalui interaksi yang baik.
Semangat Kebangsaan dimiliki prajurit diharapkan mampu ditransformasikan kepada masyarakat sebagai perekat kesatuan. Dengan Semangat kebangsaan yang tinggi, kekhawatiran akan terjadinya ancaman terhadap keutuhan dan kesatuan bangsa akan dapat dielakkan. Dari Semangat kebangsaan akan mengalir rasa kesetiakawanan sosial, semangat rela berkorban dan dapat menumbuhkan jiwa patriotisme. Ketiga hal tersebut satu sama lain berkaitan dan saling mempengaruhi, secara singkat dapat saya sampaikan sebagai berikut :
Pertama, rasa kesetiakawanan sosial akan mempertebal semangat kebangsaan suatu bangsa. Kesetiakawanan sosial, mengandung makna adanya rasa satu nasib dan sepenanggungan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Hadirnya rasa kepedulian terhadap sesama anak bangsa bagi mereka yang mengalami kesulitan akan mewujudkan suatu rasa kebersamaan sesama bangsa.
Kedua, semangat rela berkorban, kesediaan untuk berkorban demi kepentingan yang lebih besar atau demi negara dan bangsa telah mengantarkan bangsa Indonesia untuk merdeka, lepas dari penjajahan. Sudah banyak korban para Kusuma Bangsa dalam memperjuangkan kemerdekaan tersebut. Sebagai bangsa besar sepatutnya kita semua wajib menghormati para pahlawan pejuang kemerdekaan. Kita semua sepakat bahwa semangat rela berkorban tersebut, bukan hanya pada saat perjuangan kemerdekaan saja, tetapi sekarang juga kita masih mendambakan adanya kerelaan berkorban untuk kepentingan bangsa dalam pembangunan.
Secara jujur kita akui bahwa pada saat sekarang kondisi jiwa semangat berkorban bangsa Indonesia sudah mengalami erosi. Yang ada sekarang adalah rela mengorbankan orang banyak demi terwujudnya kepentingan pribadi, kelompok maupun golongannya.
Ketiga, Jiwa patriotik. Bagi bangsa yang ingin maju dalam mencapai tujuannya, disamping memiliki semangat rela berkorban, juga harus didukung dengan jiwa patriotik yang tinggi. Jiwa patriotik akan melekat pada diri seseorang, manakala orang tersebut tahu untuk apa mereka berkorban.
Bagi prajurit TNI, jiwa patriotik ini hendaknya sudah menjadi darah daging dalam kehidupannya. Dalam keadaan bagaimanapun setiap prajurit TNI jangan pernah ragu-ragu dalam melaksanakan tugas, karena yang dikerjakan itu adalah untuk kepentingan negara dan bangsa. Kita semua rela berkorban dengan resiko mati sekalipun karena kita tahu untuk apa kita mati, tidak lain adalah demi bangsa dan negara. Semua prajurit harus berpegang teguh kepada Sapta Marga dan Sumpah Prajurit sebagai pegangan hidup.
Mengakhiri penjelasan ini, beberapa hal yang perlu mendapat perhatian bersama, sebagai berikut :
Pertama, tumbuh kembangkan terus pengertian Wawasan Kebangsaan sebagai alat pemersatu bangsa dalam kehidupan sehari-hari di tengah-tengah rakyat, walaupun latar belakang suku, agama, ras dan adat istiadat yang berbeda.
Kedua, hayati dan pahami secara utuh tentang butir-butir dari Wawasan Kebangsaan yaitu; rasa kebangsaan, paham kebangsaan dan semangat kebangsaan yang merupakan jiwa bangsa Indonesia dan pendorong tercapainya cita-cita bangsa.
Ketiga, bina terus semangaqt kebangsaan, persatuan dan kesatuan bangsa di lingkungan saudara dalam upaya mewujudkan kemanunggalan TNI dengan Rakyat yang merupakan kekuatan bangsa yang dahsyat. Saya yakin bahwa terjadinya kekacauan negara saat ini, lebih disebabkan pernyataan dan tingkah laku sebagian elit politik, para pakar dan kelompok kepentingan tertentu yang lebih mementingkan kelompoknya daripada bangsa dan negara tercinta ini.
Demikian penjelasan tentang Wawasan Kebangsaan Indonesia sebagai alat pemersatu bangsa, dengan harapan dapat dijadikan sumber motivasi dalam mempersatukan bangsa sehingga terhindar dari diisintegrasi bangsa. Kita semua mengharapkan bahwa kebersamaan dan kesetaraan serta persatuan dan kesatuan bangsa segera terwujud, demi tercapainya cita-cita bangsa.
Akhirnya, marilah kita memohon kepada Tuhan Yang Maha Kuasa agar senantiasa diberikan bimbingan dan kekuatan pada kita semua dalam melanjutkan pengabdian kepada negara dan bangsa Indonesia yang kita cintai ini.